Jumat, 22 Juni 2012

OMPU MAMONTANG LAUT AMBARITA, SIAPA SIH?

MARI kita mulai dari silsilah Si Raja Batak. Si Raja Batak, punya dua anak:
1) Guru Tatea Bulan, dan
2) Raja Isumbaon

Guru Tatea Bulan punya 9 keturunan: 5 anak dan 4 perempuan
1. Raja Uti alias Raja Sigumeleng geleng alias Raja Biak biak, nasiat tu dalahi na siat tu namarbaju, na saoar tu namatua saor tu dakdanak. Sakti dan bisa bersalin rupa, wajahnya (maaf) mirip babi.
2. Saribu Raja (sekarang punya keturunan Pasaribu, Tanjung, Lubis, dll)
3) Limbong Mulana (sekarang keturunannya Limbong)
4) Sagala Raja (Sagala)
5) Silau Raja

Keturunan perempuan:
1) Namboru Nantinjo Nabolon
2) Siborupareme
3) Siboru Biding Laut alias Boru Anting Haomasan, diyakini sebagai Nyi Roro Kidul
4) Siboru Haomasan alias Bunga Haomasan
Banyak versi menyebut urutan anak perempuan, yang menempatkan Namboru Nantinjo Nabolon sebagai bungsu. Namun dongeng yang saya terima dan yakini, dia anak perempuan paling besar.

Silau Raja memiliki empat anak:
1) Malau Raja
2) Manik Raja
3) Ambarita Raja
4) Gurning Raja


Ambarita Raja memiliki dua anak,
1) Ambarita Lumban Pea
2) Ambaria Lumban Pining

Ambarita Lumban Pea memiliki dua anak
1) Op Oborlan/Ompungni Allagan (tanpa keturunan laki laki)
2) Op Bona Nihuta

Op Bona Nihuta punya satu anak Op Suhut Nihuta, dan anak tunggal dari Op Suhut Nihuta adalah Op Tondol Nihuta.

Op Tondol Nihuta ada empat
1) Martua Boni Raja (Op Mamontang Laut, kemudian merantau dari Samosir Sekarang Kabupaten Toba Samosir ke SIHAPORAS, di Kabupaten Simalungun, di atas Ujung Mauli atau Sipolha, arah utara dari Pulau Samosir. Om Mamontang Laut dua kali menikah, pertama Boru Sitio dari Simanindo, Samosir (tanpa keturunan), dan kedua Boru Sinaga dari Sibaganding, Parapat.
2) Op Raja Marihot
3) Op Marhajang
4) Op Raja Numbul


Melihat Silsilah di atas, mestinya keturunan Op Oborlan yang menjadi penerus generasi, sebagai anak sulung, namun karena tidak memiliki anak laki laki, pewaris dan menjadi abangan pada Ambarita Lumban Pea adalah Op Mamontang Laut.

Anak Op Mamontang Laut ada tiga
1) Op Sohailoan di Aek Batu, Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Simalungun
2) Op Jaipul di Sihaporas Bolon, (antara lain keturunanya saya, Domu D Ambarita)
3) Op Sugara di Motung, Tobasa

(Silsilah selanjutnya keturunan Om Mamontang Laut, sampai ke saya generasi 16 (Kalau mau disebut Ambarita pakai nomor, saya Nomor 16, itu pun kalu mau). Bagi anda yang memerlukan. bisa kontak saya. Saya punya silsilah lengkap, dari jalur Keturunan Op Jaipul/Br Sinaga > Op Niantan/Br Sinaga > Op Rumain/Br Napitu/Br Sinaga > Op Lemok/ Br Silalahi > Op Gabuk/Br Napitu. Silsilah ini kami susun bersama A Novi Ambarita (kami berdua keturunan Op Lemok Ambarita, nini atau cicit dari Op Jaipul Ambarita.

***

SIHAPORAS

Ompu Mamontang Laut yatim piatu sejak remaja. Sekali waktu, ada ulaon adat, pesta gondang tujuh hari tujuh malam di Ambarita yang dilakukan bapak tua/bapak udanya. Sebagai anak yatim/piatu, Martua Boni Raja (Op Mamontang Laut) remaja sering menjadi pesuruh. Dia dan adik perempuannya diperlakukan seperti anak tiri, pesuruh.

Dalam situasi kontras, pesta dan pesakitan. Dalam pesta gondang seminggu penuh, Op Mamontang Laut dan adik perempuannya ditugasi mamuro dan marmahan (menjaga padi menguning di sawah dan menggembala kerbau).

Musibah tiba. Mungkin karena kurang terjaga, hewan gembalaan 'mardando', meronta, lari dan melahap tanaman berharga, padi. Ketika bapak tua/bapak uda usai berpesta pora mengetahui hal ini, Om Mamontang Laut dan adiknya disanksi. Bahkan, saking emosi memuncak ke ubun-ubun, adik perempuannya dikubur hidup-hidup di sawah, dekat Ambarita. Lokasinya, dekat jalan antara Tomok dan Ambarita.

Karena tidak kuat menghadapi situasi itu, ia pun bertapa dengan bimbingan Raja Uti, Raja Sisimangaraja (sekarang disebut Sisimangaraja, berenya Raja Uti), dan Namboru Nantinjo Nabolon. Pertapaan dilakukan di Pusuk Buhit, Samosir.

Usai mendapat bekal ilmu dan kekuatan, dia meninggalkan kampung Lumban Ambarita di Samoris. Dia menyeberang laut dengan perahu hanya selembar daun sukkit, mirip perahu. Sebagai bekal, dia membawa tikar 7 lapis sebagai tempat berdoa, pisau halasan dan ulos.

Mukzijat dari pertolongan Mula Jadi Nabolon, (Baca: Tuhan), ia berhasil menyeberangi Danau Toba nan luas dan dalam itu, setelah di perantauan dia mengubah nama menjadi MAMONTANG LAUT (Penyeberang Laut).

Pertama kali tiba di daratan dekat Sipolha. Karena takjub melihat bukit nan indah ditepi pantai danau toba, di bawah jalan dari Tanjung Dolok - menuju Tambun Raya), ia menamai tempat itu Dolok Mauli, belakangan disebut Ujung Mauli.

Lama-lama di sana, dia kemudian membuat perabu dari kayu, atau solu. Sekali waktu, dia pun rindu ke Samosir, dan menggunakan persahu itu dia pergi dan pulang menyeberang Danau Toba mendayung perahu.

Dari Ujung Mauli, Op Mamontang Laut tertarik ke atar utara, di balik bukit. Di sana dia menemukan satu bukit bebatuan, yakni Bukit Simaringga, yang membuatnya teringat tempat pertapaan di Pusuk Buhit. Dia pun tertegun melihat keindahan alam, dan kemudian memberi salam Toba, horas.

Lalu dia pergi ke sungai, di sana ditemukan banyak sekali ikan-ikan kecil, bercurak putih mengilap dan hitam, namanya pora-pora. Berawal dari sapaan horas dan pora-pora inilah dia menamai kawasan hutan itu menjadi SIHAPORAS, dan dialah Tuan Sihaporas.

Tuan Sihaporas, bukan Op Jaipul Ambarita, melainkan Op Mamontang Laut. (Catatan: Saya, Domu D Ambarita juga keturunan Op Jaipul).

Perahu itulah alat transportasi ketika dia membawa kuda dari Samosir, menemani 'panangga' atau anjing pemberian tuang Sipolha bermarga Manik. Solu/perahu ini pula digunakan untuk mengangkut istrinya, Boru Sitio dari Simanindo di Samosir.

Setelah sekian tahun berumah tangga tidak memiliki keturunan, Op Mamontang Laut meminta izin Ombung Boru Sitio menikah lagi. Dan diizinkan, lalu dinikahi Op Boru Sinaga dari Sibaganding, Pasir, Parapat.

Dua istri rukun. Namun belakangan, Op Boru Sitio meminta dikembalikan ke orangtuanya di Simanindo.
***
Nama Anak
Ompu Mamotang Laut rupanya menamai tiga anaknya, daris atu peristiwa. Suatu waktu, mereka berburu rusa ke hutan. Sudah menjadi kebiasaan, orang pegunungan sering menyalakan api, membakar semak-semak.

Namun hari itu menjadi sial, naas. Api yang mereka nyalakan justru membesar dan membakar hutan. Om Mamotang Laut dan tiga anaknya, berusaha sekuat tenaga memadamkan api. Namun rupanya, situasi berkata lain.

Semakin kuat mereka mengarahkan tenaga, namun api tidak terpadamkan (Bahasa Toba: ndang atau SO HA ILOAN, so tar pamate); semakin kuat ranting kayu diayunkan ke api, lidah api justru makin berkobar (Bahasa Toba: MARIPUL-IPUL); dan api justru semakin menyala (GARA dalam bahasa Toba).

Setelah lelah, dan untuk mengembalikan tenaga, mereka bertempat istirahat di kejauhan, sambil meratapi nyala api. Lalu, Ompu Mamontang laut terilhami tiga istilah dari kebakaran di atas untuk menamai anak-anaknya.

"Oi anaha siangkangan si Sohailoan mo ate goarmu, ho sibitonga Jaipul maho, jala ho siampudan om Sugara ma goarmu." Hei kamu anak sulungku, namanu Empu Sohailoan ya, dan anak kedua Empu Jaipul, dan anak bungsu Sugara. Belakangan, ketiga anaknya itu dinamai keturannya menjai Ompu; Op Sohailoan, Op Jaipul dan Op Sugara.

***
MOTUNG
Konon, ketika tiga ompung itu masih remaja, doli-doli, mereka diajak OP Mamontang Laut, berburu rusa di hutan Motung-motung. Ada ada satu tanaman has, berdaun bulat dan lebar, lebih 2-3 kali lebar dari daun jati, namanya Motung.

Hari itu, perburan rusa berbeda dari lainnya. Satu rusa jantan besar muncul di tengah hutna Motung, dan diendus anjing pemburu yang dibawa ompung.

Op Sugara memiliki anjing kesayangannya. Dia betul-betul sayang pada hewan ini. Dan si anjing kesayangan pemburu ulung itu, paling gigih memburu atau mengejar rusa tersebut. Saking sayangnya Op Sugara, dia terus mengikuti ke arah suara anjing menggonggong. Tanpa disadari, dia teramat jauh mengikuti si anjing yang mengejar rusa, dan akhirnya Op Sugara terpisah dari Op Mamontang Laut, ayanya, dan dua abangnya, Op Sohailoan dan Op Jaipul.

Jika kelak dia menetap di Motung, berarti Op Sugara telah melintasi tempat di tepian Danau Toba, yang sekarang tersohor dengan nama Parapat, puluhan kilometer ke arah tenggara Sihaporas.

Dalam perburuan itu, masing-masing orang biasa menenteng bekal dalam 'hadang-hadangan', ayaman. Di dalam hadang-hadangan itu ada biji-bijian padi, dan timun. Itulah yang ditanam menjadi bekalnya kelak. Lama-kelamaan, Op Mamontang Laut menetap di ketinggian bukit, di Motung, Tobasa.

Diduga, memori akan hutan Motung-motung, awal perburuan yang membawanya kesasar sampai jauhlah yang membuat Op Sugara menamai kampungnya, MOTUNG.

***
Tewas
Pertemuan pertama keturunan ketiga ompung ini mulai dilakukan tahun 1972. Sejak saat itu, ada permufakatan dan kesepakatan mendirikan tugu Op Mamontang Laut Ambarita di Lumban Ambarita Sihaporas, menunggang kuda dengan tombak tertancap di pinggang. Mengapa? Konon karena Om Mamontang Laut tidak mau melupakan sejarah, ingin keturunannya tahu, bahwa dia tewas karena ditombak penjahat di Simarimbun, Siantar.

Konon, ompung ini sangat sakti. Namun dia sengaja ditombak dalam keadaan tidak siaga, dan hujan lebat sekali. Dia melintas, menunggang kuda.

Dia sering rapat dengan raja-raja di Siantar, rapat dengan Raja Tanah Jawa, dan Tuan Siantar marga Damanik. Ketika ompung sering ditawari agar menjadi Manik/Damanik. Dalam rapat, Tuan Siantar meminta Ompung ini agar mengubah marga, sehingga menjadi kuat karena berada di Simalungun, yang banyak marga Damanik. (Mungkin ini salah satu mengapasaat ini masih banyak Ambarita menggunakan marga Manik/Damanik.Jangankan Ambarita, orang suku lain saja seperti Jawa, China dll banyak memakai marga Manik/Damanik.)

Ditawari menjadi marga 'bangsawan', Ompung Mamontang berusaha hormat dan menolak dengan lembut. Dia berdalih agar tarombo/silsilah dari Ambarita di Pulau Samosir tetap utuh, dan diwariskan, maka dia tetap memilih Marga Ambarita. Dan abangnya, Tuan Siantar, dapat menerima argumentum Op Mamontang Laut sebagai Tuan Sihaporas.

Ketika berhalangan rapat ke Siantar, Ompu Mamontang Laut punya cara tersendiri memberitahukan alasan absen. Dia akan menulis surat, bukan dikirim melalui burung merpati, melainkan menggantungkan bungkusan surat (atau tanda barangkali jika belum kenal huruf) pada leher anjingnya.

Telah terjalin kesepakatan sebelumnya, jika tidak hadir, maka Op Mamontang Laut akan kirim surat via kurir hewan. Dan sebagai tanda surat tiba di tempat tujuan, Tuan Siantar akan menggantungkan satu buah kelapa di leher anjing untuk dibawa ke Sihaporas.

Dan, duo kuda-anjing itulah yang mengabari kematian Op Mamontang Laut yang ditombak saat menunggang kuda. Anjing dan kuda berlumur darah, dari Siantar kembali ke Sihaporas, berjarak kurang lebih 30 kilometer, tanpa tuan. Sesampai di tengah halaman, kuda mencibirkan bibir sambil meringkik, dan anjing mengonggong-melolong.

Dua anaknya, beserta Op Boru Sinaga menangis, sedih, tapi ketakutan, dan tidak berani mencari jasad orangtua yang mereka sayangi. "Bapak yang sakti saja mati, apalagi kita. Mana bisa melawan?" begitulah kekalutan mereka.

Dan akhrinya mereka memutuskan, "Apalah kita. Tidak usah mencari bapak, dan membiarkan begitu saja. Apa boleh buat, kalau kita cari, dan bertemu musuhnya, kita takut, malah dibunuh lawan-lawan bapak yang pasti sangar dan bengis."

Berada dalam dilema, antara mencari dan menemukan sang bapak, ataukah membiarkannya karena takut, pecundang. Kurang kekompakan, tidak bahu-membahu.

Itulah yang masih ditangisi Op Mamontang Laut, kalau dia 'marhuta', 'dijou' atau 'kesurupan', atau 'trance,' sehingga dia berketetapan hari, mempertahankan tombak tetap tertancap di pinggangnya.

Hai pemuda dan pemudi...
Hai semua Pomparan Ompu Mamontang Laut Ambarita...
Yang jumlahnya kini mungkin sudah ratusan ribu. Ada petani, nelayan, tukang beack, sopir, pelajar, pedagang, guru, wartawan, pengacara, polisi, jaksa, tentara, pejabat, dan macam-macam akankah kita individualistis?
Apakah kita terus sombong, dan mau menang sendiri?
Apakah kita mau tetap jadi pecundang, hanya pesuruh dan diperalat orang lain, sekalipun mengkhianati perjuangan Op Mamontang Laut?

Apakah sudah ada Ambarita jadi Bupati, Wali Kota, Gubernur, Jenderal, Menteri?

Tak perlu dijawab dengan kata-kata
Karyamulah yang ditunggu:
Untuk wujud pelestarian adat-istiadat Batak yang diajarkan Op Mamontang Laut,
Untuk generasi penerus Ambarita,
Untuk suku bangsa Batak
Untuk Bangsa dan Negara, dan
Untuk Kemuliaan Tuhan Yang Maha Rahim.

Disusun dari dongeng, Op Mamontang Laut, Namboru Nantinjo Nabolon, Sejarah yang disepakati dan dirembukkan tetua Sihaporas, spesial mendiang amang dan inang, Jahia Ambarita/Porti Napitu (Op Herbina)

Sumber : Domu D. Ambarita

9 komentar:

  1. manukkun jo,,bah,,! ito/abang,,, mase dang adong penjelasanni ambarita lumban pining??

    BalasHapus
  2. diatas nga idok khusus keturunan pamotang laut bro.

    BalasHapus
  3. Boleh minta data lengkap keturunan Ambarita??

    BalasHapus
  4. Horas uda ( penulis kronologi sejarah Ompu Pamontang Laut).
    Sungguh luar biasa jasa Ompu kita ini terhadap bangsonya terlebih keturunan-keturunannya.
    Saya pribadi sangat terinspirasi atas segelintir penjelasan di cerita ini. Sungguh logis dan saya meyakini kebebaran atas kronologi perjalanan hidup Ompu Pamontang Laut Ambarita. Menurut silsilah yg dipaparkan di cerita ini,
    Saya juga adalah cucu ( dan atau boru Ambarita). Kira-kira apa peranan boru dalam ajakan dan himbauan uda mewakili marga Ambarita keturunan Ompu Pamontang Laut Ambarita dalam hal mempersatukan keturunan beliau in peace and harmony?
    Mauliate. Horas.

    BalasHapus
  5. Mauliate ma di bapauda , molo boi nian dohot tarombo ni Op
    Sohailoan ,Alana Hami naposo on Godang nasi mamboto, tarombo Nami ( )

    BalasHapus
  6. Setelah saya membaca tulisan ini, yang mulai dirunut dari sejarah oppung mamontang laut, ada yang harus d koreksi dimana istri pertama oppung mamontang laut adalah boru sinaga bukan boru napitu, setelah oppung mamontang laut menikah dengan oppung boru sinaga (istri pertama) hampir 10 tahun lamanya merka tidak dikaruniai keturunan, sehinnga oppung mamontang laut berencana untuk memulangkan oppung boru sinaga (istri) ke rumah orang tuanya di parapat (buttu pasir) namun oppung boru sinaga tidak mau, karena oppung boru sinaga(istri) mau mereka mempunyai keturunan sehingga oppung mamontang laut dianjurkan untuk menikah lagi, dan kemudian oppun mamontang laut menikah lagi dengan oppung boru napitu (istri kedua)dan setelah oppung mamontang laut menikah, mereka dikaruniai anak pertama oppung sohailoan,dan hal yang luar biasa terjadi dengan oppung boru sinaga (istri pertama) menyusui anak oppung boru napitu karena seyogyaya orang yang tidak melahirkan tidak bisa melakukan itu,dan begutu juga lahir anak kedua opung jaipul lahir hal yang sama dilakukan oppung boru sinaga, da sampai anak ketiga lahir oppung sugara hal yang sama dilakukan oppung boru sinaga,itulah keajaiban yang datang dengan oppung boru sinaga.
    cetita ini salau diceritakan ayah saya dengan saya semenjak kecil.....dan dia juga menyimpan arsip yang berkaitan dengan oppung mamontang lau,
    dan dia menceritaka sejarah berdirinya tugu oppu mamontang laut ditanah sihaporas,dan dokumen panitia pendirian tugu oppung mamontang laut ayah saya juga menyimpanya, jadi bahwasanya tuan sihaporas yang pertama itu adalah oppu jaipul...he he supa kita tidak keliru mungkin bagi yang perlu datanya bisa saya shere biar kita tau semua sejarah oppung mamontang laut.terimakasih

    BalasHapus
  7. Ditugu ni op mamotang laut dibahen do boru aha dialap marboru sinag ma napaduhon boru sitio

    BalasHapus
  8. tolongjo bapa tua tarombo keturunan opung sogara. piga anakna dohot boruna. mauliate

    BalasHapus
  9. Baen bapatua jo keturunanni marhajang

    BalasHapus